Rabu, 29 September 2021

Model Perilaku Manusia

 


MODEL PERILAKU (Behavioral Model) 
   Menekankan kepada pemahaman tentang hubungan fungsional antara lingkungan dengan perilaku (perilaku manusia merupakan fungsi dari interaksi antara manusia dengan lingkungannya). Lingkungan meliputi tempat, situasi, peristiwa dan orang.
Fokus kepada perilaku yang dapat diamati atau diukur (perilaku yang nampak maupun yang tidak nampak).

Kebutuhan manusia dalam Islam terdiri dari 3 macam yaitu: 
a) Dharuriyat (Primer)
Dharuriyat adalah kebutuhan yang paling penting. Kebutuhan ini harus terpenuhi agar manusia dapat memiliki hidup yang layak. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi,maka yang terjadi adalah manusia akan terancam di dunia dan di akhirat.
Kebutuhan ini terdiri dari 5 macam
yaitu:
  • Khifdu Din (Menjaga Agama)
  • Khifdu Nafs (Menjaga Kehidupan/Jiwa)
  • Khifdu 'Aql (Menjaga Akal)
  • Khifdu Nasl (Menjaga Keturunan)
  • Khifdu Mal (Menjaga Harta)
b) Hijayat (sekunder)
Kebutuhan hijayat biasa disebut dengan kebutuhan sekunder atau kebutuhan yang muncul setelah kebutuhan dharuri terpenuhi. Kebutuhan ini tidak akan mengancam keselamatan hidup manusia tetapi akan menyulitkan manusia dalam menjalani aktivitas apabila tidak terpenuhi.Pada dasarnya kebutuhan hijayat ini merupakan pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, serta melindungi kebutuhan dharuriyat atau bisa juga di sebut memiliki tujuan untuk memudahkan serta menghilangkan kesulitan manusia ketika berada di dunia.
c) Tahsiniyat (Tersier)
Kebutuhan ini bisa juga disebut sebagai pelengkap dalam aktivitas manusia. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan dharuriyat dan hijayat terpenuhi. Kebutuhan ini tidak akan mengancam kelima hal pokok din, nafs, ’aql, nasl, maal serta tidak akan menimbulkan kesulitan bagi manusia ketika menjalani aktivitasnya.

Utiliy Maximizer : Evaluasi Konsep Konvensional

  Dalam konteks ekonomi,utilitas diartikan sebagai kegunaan yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika mengonsumsi suatu barang atau jasa. Dalam ekonomi konvensional utility ini sering dianggap sama dengan kepuasan, sedangkan dalam ekonomi Islam kepuasan sebenarnya muncul akibat utilitas yang dirasakan oleh konsumen. Al Ghazali tidak memandang maximizer sebagai sesuatu yang harus dikutuk agama selama tidak menjurus kepada keserakahan pribadi.

  Dalam ekonomi Islam, ketika mengonsumsi suatu barang atau jasa, tidak boleh boros dan tidak boleh mengonsumsi suatu barang atau jasa secara berlebih-lebihan dan adanya batasan-batasan dalam konsumsi, karena konsumsi dalam ekonomi Islam harus memperhatikan tujuan dari ekonomi Islam itu sendiri yaitu mencari Maslahah untuk mencapai falah.

Maslahah memiliki makna menarik manfaat dan menghindarkan bahaya, manusia juga ingin meraih maslahah tapi belum tentu sesuai dengan hukum Islam, maslahat dicapai dengan memelihara tujuan hukum Islam.

Terdapat perbedaan antara maslahah dan utilty sebagai berikut :

  1. Maslahah di kategorikan sebagai kebutuhan sedangkan utility sebagai keinginan
  2. Maslahah dapat dirasakan oleh diri sendiri dan orang lain sedangkan utility hanyan Indvidu
  3. Maslahah bersifat objektif karena didasarkan pada pertimbangan yang objektif (kriteria tentang halal atau baik) sedangkan utilitas bersifat subjektif
  4. Maslahah individu relatif konsisten dengan maslahah sosial. Sedangkan utilitas individu sering berseberangan dengan utilitas sosial.
  5. Jika maslahah dijadikan sebagai tujuan utama dalam perekonomian maka akan memberikan dampak kesejahteraan.
  6. Dalam konteks perilaku konsumen maslahah diartikan sebagai konsep pemetaan perilaku konsumen dengan dasar kebutuhan.

 Komponen Maslahah terdiri dari interaksi 4 komponen yaitu :

  • Manfaat
  • Berkah
  • Rahmat
  • Pahala 

Dalam pemenuhan kebutuhan dalam hidup termasuk dalam perekonomian dan harus menyeimbangkan antara internal dan eksternalnya. Keseimbangan internal bisa didapatkan melalui self control yang baik dan memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier dengan cara yang baik serta tidak berlebih-lebihan. Sedangkan keseimbangan eksternal didapat dengan cara manfaat apa yang dapat kita berikan kepada orang lain atau masyarakat seperti sedekah, zakat, dan lainnya.


Share:

Teori Perilaku Konsumen


   Konsep dasar Perilaku konsumen Menyatakan bahwa konsumen pada umumnya selalu berusaha untuk mencapai utilitas yang maksimal dari pemakaian benda yang dikonsumsinya.
Utilitas adalah derajat seberapa besar Sebuah barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan seseorang;atau 

Utilitas adalah ukuran kepuasan yang diterima dari penggunaan atau konsumsi barang dan jasa.

   Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Konsumen adalah individu yang mengkonsumsi barang dan jasa. Konsumen lebih leluasa memilih sesuai dengan kebutuhan sesuai keinginan. Konsumen bisa memilih dari harga yang paling murah sampai harga yang paling mahal. Tergantung pada anggaran (budget) dan keinginan konsumen. 

Teori Konsumsi Ekonomi Konvensional
    Dalam teori konsumsi ekonomi konvensional ada dua nilai dasar (fundamental values) yakni rasionalisme dan utilitarianisme.
Rasionalisme ini mengandung pengertian bahwa setiap konsumen dalam melakukan kegiatan konsumsi sesuai dengan sifatnya sebagai homo economicus. Dalam paradigma konvensional, seorang yang rasional akan mencapai utilitas maksimum, juga memberikan kepuasan (satisfaction) yang maksimum. Konsep utilitas dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) didalam kegiatan konsumsinya. Utility secara bahasa, berarti berguna (usefulness), membantu (help fulness), atau suatu yang menguntungkan (advantage). 

Ada dua hal penting yang dapat dikritisi dari teori konsumsi konvensional yaitu :

  1. Tujuan konsumen adalah mencari kepuasan tertinggi. Penentuan barang atau jasa untuk dikonsumsi didasarkan pada kriteria tertentu
  2. Batasan konsumsi hanyalah kemampuan anggaran. Sepanjang terdapat anggaran untuk membeli barang atau jasa, maka akan dikonsumsilah barang tersebut.  

Prinsip-prinsip Perilaku Konsumsi
Yusuf Qardhawi menguraikan beberapa prinsip perilaku konsumsi dalam Islam sebagai berikut :

1. Dasar pemikiran pola konsumsi dalam Islam adalah hendak mengurangi kelebihan keinginan biologis yang tumbuh dari faktor-faktor psikis buataan dengan maksud membebaskan energi manusia untuk tujuan-tujuan spiritual.
2. Anjuran-anjuran Islam mengenai perilaku konsumsi dituntun oleh prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hati dan prinsip moralitas.
3. Pada umumnya kebutuhan-kebutuhan manusia digolongkan kedalam tiga hal, yaitu barang-barang keperluan pokok, barang-barang keperluan kesenangan dan barang-barang keperluan kemewahan. Dalam tiga pengelompokan ini, Islam menggariskan prinsip menurut urutan prioritas kebutuhan yang dikenal dalam al-maqasid al-syari’ah dengan istilah daruriyyah, hajjiyah dan tahsiniyyah.
4. Kunci untuk memahami perilaku konsumsi dalam Islam tidak cukup dengan hanya mengetahui hal-hal terlarang, tetapi sekaligus harus dengan menyadari konsep dinamik tentang sikap moderat dalam pola konsumsi yang dituntun oleh sikap yang mementingkan bersama konsumen muslim yang lain.

    Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah. Menurut Imam Shatibi, istilah maslahah maknanya lebih luas dari sekedar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan tujuan hukum syara yang paling utama.Maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia dimuka bumi ini (Machasin, 2003). 

Ada lima elemen dasar, yakni: 

  • agama
  • kehidupan atau jiwa (al-nafs)
  • properti atau harta benda (al-mal)
  • keyakinan (al-din)
  • intelektual (al-aql)
  • keluarga atau keturunan (al-nasl). 

Dengan kata lain, maslahah meliputi integrasi manfaat fisik dan unsur-unsur keberkahan. Mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi kepuasan/keinginan adalah tujuan dari aktivitas ekonomi Islam.

 

Share:

Rabu, 22 September 2021

Konsep Rasionalitas

   


Dalam perkembangan sejarah manusia, rasio memiliki peranan yang sangat besar. Manusia yang merupakan makhluk Tuhan paling sempurna karena dikaruniai akal sebagai alat untuk berpikir. Berdasarkan keyakinan Islam, manusia merupakan makhluk Tuhan dengan keutamaan dan kelebihan daripada makhkuk Tuhan yang lainnya. Kalau menelaah Al-Qur'an maupun Hadits, sebagai sumber utama dari hukum dan ajaran Islam, maka akan sampai pada kesimpulan kalau akal mempunyai peranan yang sangat penting untuk memahami kedua sumber tersebut. 

   Rationalisme beranggapan bahwa akal merupakan sumber utama dalam upaya mendapatkan pengetahuan Meskipun rasionalisme menekankan peran akal dalam mendapatkan pengetahuan, bukan berarti mengenyampingkan peran indera Menurut rasionalisme, pengetahuan yang dadapat oleh indera belumlah sempurna dan kadang menipu, disinilah akal berperan untuk menyaring agar pengetahuan tersebut menjadi benar.

EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI KONVENSIONAL

- Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku individu muslim dalam setiap aktivitas ekonomi Syariahnya harus sesuai dengan tuntutan syariat Islam dalam rangka mewujudkan dan menjaga maqashid Syariah (agama, jiwa, akal, nasab, dan harta).

- Ekonomi konvensional didefinisikan menjadi suatu ilmu yang digunakan untuk memenuhi tuntutan nafsu manusia semata tanpa ada aturan yang jelas, serta melegalkan terjadinya eksploitasi dalam kegiatan ekonomi yang terjadi.

 

Rasionalitas dalam perilaku konsumen muslim haruslah berdasarkan aturan Islam sebagai berikut:

a. Konsumen muslim dikatakan rasional jika memiliki tingkat konsumsi lebih kecili dibanding non muslim karena yang dikonsumsi terbatas barang-barang yang halal dan thayib. QS. Al-Baqarah: 173 Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barang siapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
b. Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah. Kemudian QS Al – Maidah ayat 93 Artinya: “tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka Makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) Bertakwa dan berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat Kebajikan”.
c. Seseorang dikatakan rasional jika tidak menumpuk dan menimbun harta kekayaan melalui tabungan atau belanja barang mewah, namun harus melakukan investasi untuk pertumbuhan ekonomi (Al Arief, 2010).

 Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam

Menurut ekonomi Islam, konsumsi yang dilakukan oleh konsumen tidak serta merta tentang kesukaan dan kebutuhannya, tetapi juga harus memperhatikan syarat sesuai syariat.

 Asumsi yang harus dipenuhi dalam konsumsi dalam Islam adalah:

a. Objek yang halal dan thayib ( halal dan thayib things) Dalam Islam individu dibatasi oleh aturan-aturan syariat Islam, dimana ada beberapa barang yang tidak boeh dikonsumsi karena ada sesuatu alasan tertentu, barang ini hukumnya haram, sehingga konsumen muslim hanya bisa mengkonsumsi barang yang halal.
b. Lebih banyak tidak selalu baik ( the more isn’t always better) Hal ini terjadi pada barang-barang yang dapat menimbulkan kemafsadatan dan kemudharatan bagi individu yang mengkonsumsinya. Bila produk-produk ini dikonsumsi semakin banyak justru akan menyebabkan individu dan masyarakat menjadi buruk kondisinya. Misalkan mengkonsumsi alkohol sedikit atau banyak akan memberikan kepuasan (utility) yang lebih baik.


Share:

Masalah Dasar dan Tujuan Ekonomi Islam


 Dalam Islam masalah ekonomi Islam permasalahan ekonomi adalah ditribusi yang tidak merata.Permasalahan dalam ekonomi Islam adalah distribusi yang tidak merata sedangkan konvensional adalah kelangkaan. Solusi yang ditawarkan Islam antara lain: Masyarakat mempunyai hak khiyar. Hak khiyar adalah adalah salah satu ak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi yang dimaksud.

Pemikiran ekonomi muslim mengenai permasalahan ekonomi dapat diklasifikasikan menjadi 3 mazhab, yaitu:

1. Mazhab Baqiras-Sadr
    Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak pernah berjalan dengan islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan islam tetap islam. Keduanya tidak akan dapat disatukan, karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. 

2. Mazhab Mainstream
    Mazhab ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas.

3. Mazhab Alternatif Kritis
    Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Sementara Mazhab Mainstream dikritik sebagai jiplakan dari ekonomineo klasik dengan menghilangkan variabel riba.

Scarcity/Kelangkaan
Scarcity atau kelangkaan, menurut ilmu ekonomi, mempunyai dua makna, yaitu: pertama,  terbatas dalam arti tidak cukup dibandingkan dengan banyaknya kebutuhan manusia. Kedua yaitu terbatas dalam arti manusia harus melakukan pengorbanan untuk memperolehnya.

Scarcity atau kelangkaan memainkan peran penting dalam kegiatan ekonomi. Selain itu. ia adalah mesin yang menggerakkan seluruh kegiatan ekonomi. Ini adalah masalah utama yang mempengaruhi seluruh aspek ekonomi dari mikro ke makro. Ini adalah pertimbangan utama dalam pilihan ekonomi. Singkatnya, ekonomi akan runtuh jika konsep kelangkaan hancur.

Konsep Kelangkaan adalah asing bagi Ekonomi Islam. Dan itu asing bahkan untuk Ekonomi Konvensional. Karena konsep ini baru ditemukan pada awal abad kedua puluh. Konsep ini dirujuk kepada Lionel Robbins yang menulis buku berjudul An Essay in Nature and Significance of Economics Science. Buku ini dianggap sebagai buku pertama yang menyebutkan konsep ini. Dengan kata lain konsep ini adalah konsep baru dan tiba-tiba menjadi fitur utama dalam Ekonomi.

4 Level Rizki dalam Perspektif Islam 
1. Rizki yang dijamin untuk semua makhluk hidup “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (Q.S. Hud: 6) 

2. Rizki akan bergerak linear dengan usaha “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Q.S. Najm: 39) 

3. Rizki yang ditambah jika manusia bersyukur “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim: 7) 

4. Rizki bagi orang yang bertaqwa: unpredicted to come “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap sesuatu.” (Q.S At-Thalaq: 3)

Macro Micro Scarcity

Macro Scarcity. 
    Secara makro, eksistensi sumber daya diciptakan cukup dan bahkan berlebih untuk kehidupan manusia di dunia. Jadi tidak ada scarcity secara agregat. 

(Ibrahim: 34) : “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”.

Micro Scarcity. 

Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. (QS: Asy-Syuura Ayat: 27)


KESEJAHTERAAN PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

    Ekonomi Islam atau Ekonomi berbasis Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan umat. Sistem ekonomi syariah berpedoman penuh pada Al-Qur’an dan As- Sunnah. Hukum yang melandasi prosedur transaksinya sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat, sehingga tidak ada satu pihak yang merasa dirugikan. Kesejahteraan masyarakat dalam Ekonomi Islam tidak hanya diukur dari aspek materilnya, namun mempertimbangkan dampak sosial, mental dan spiritual individu serta dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan.

Istilah umum yang banyak digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan hidup yang sejahtera secara material-spiritual pada kehidupan di dunia maupun akhirat dalam bingkai ajaran Islam adalah falah.Falah berasal dari akar kata bahasa Arab falaha yang berarti sukses, berhasil baik, kemenangan, keselamatan dan memperoleh keberuntungan. Falah menyangkut konsep yang bersifat dunia dan akhirat. 

Untuk kehidupan dunia, falah mencakup tiga pengertian, yaitu :
a. Kelangsungan hidup (survival/baqa’).
b. Kebebasan dari kemiskinan (freedom from want/ghana).
c. Serta kekuatan dan kehormatan (power and honour/’izzah).

Sementara untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian :
a. Kelangsungan hidup yang abadi.
b. Kesejahteraan abadi.
c. Kemuliaan abadi.







  

Share:

Rancang Bangun Mikroekonomi Islam

Mengapa kita perlu belajar Ekonomi Mikro Islam? 



   Islam dilihat dari segi akidahnya tergolong ke dalam kelompok ilmu-ilmu syara‟. Maksudnya, ekonomi islam yang di kaji oleh syari‟ah adalah ilmu yang merupakan cara, teknik atau uslub manusia dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 

    Ekonomi mikro konvensional membahas berdasarkan atas perilaku individu-individu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Karena tidak adanya batasan syariah yang dipakai, maka perilaku dari setiap individu dalam unit ekonomi tersebut akan bertindak dan berperilaku menurut dengan norma dan aturan menurut persepsi masing-masing. Sehingga dalam ekonomi konvensional memuat tatanan norma tertentu dalam pembahasan perilaku untuk memenuhi kebutuhan ekonominya menjadi tidak relevan.

    Ekonomi Islami bisa diartikan sebagai suatu sistem yangg menerangkan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi atau individu dengan memasukkan aturan syariah sebagai variabel independen. Dengan demikian, semua ilmu ekonomi kontemporer yang telah ada bukan berarti tidak sesuai ilmu ekonomi islami yang ada sesuai dengan ilmu ekonomi islami. Selama teori tersebut sesuai asumsi dan tidak bertentangan dengan hukum syariah, maka selama itu pula teori tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyusun teori ekonomi islami.

Manfaat dan Batasan Teori dalam Mikroekonomi Islam

Dalam konsep mikroekonomi Islam setiap sebuah keputusan yang diambil oleh setiap individu/unit ekonomi memasukan batasan-batasan syariah sebagai varibel utama. Sehingga hal ini menjadi sebuah manfaat yang mana individu/unit ekonomi tersebut dapat mengetahui batasan dalam syariah dibidang ekonomi. Pada konsep teori sama seperti  halnya science, ilmu ekonomi juga menfokuskan pada penjelasan dan prediksi dari fenomena yang ada, segala pembahasan yang ditunjukan untuk melakukan kegiatan tersebut didasarkan pada teori. 

    Teori dibangun untuk menerangkan dari fenomena yang terjadi dalam suatu waktu dengan menggunakan hukum-hukum dasar dan beberapa asumsi yang harus terpenuhi. Dalam pemebentukan teori ekonomi mikro islam, hukum-hukum dasar ekonomi murni tetap digunakan sepanjang hokum dasar tersebut tidak bertentangan dengan hukum syariah.  

 Perbedaan Mikroekonomi Islam dan Mikroekonomi Konvensional 

A. Mikroekonomi Islam

     Mikroekonomi Islam sebagai salah satu cabang ilmu dalam mikroekonomi tidak lepas dari sepak terjang mikroekonomi konvensional. Dalam mikroekonomi Islam terdapat beberapa karakteristik yang mana tentu saja berbeda dalam mikroekonomi perspektif konvensional. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah:

  1. Ekonomi mikro berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun ‘aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-'aqidah sl-Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung- jawaban terhadap akidah yang diyakininya. 
  2. Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta'abbudiyun). Mengingat ekonomi mikro Islam itu merupakan tata aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t, dan setiap ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. 
  3. Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidakpernah memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi mikro, juga tidak pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. 
  4. Elastis (al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi.
  5. Objektif (al-maudhu'iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. 
  6. Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem ekonomi mikro non Islam yang semata- mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah al- maddiyah), ekonomi mikro Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.
  7. Realistis (al-waqi'iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain.
  8. Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat mutlak. 
  9. Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal).

B. Mikroekonomi Konvensinal

 Mikroekonomi Konvensional merupakan perilaku individu yang terjadi di setiap unit ekonomi yang ditandai oleh tidak adanya batasan syari’ah, yang mana perilaku individu tersebut hanya dilaksanakan sesuai norma dan aturan menurut persepsinya masing-masing. Dalam ekonomi mikro konvensional memasukan norma tertentu pada pembahasan perilaku individu dalam memenuhi kehidupan ekonominya sangant tidak relevan. Pembahasan perilaku ekonomi dalam ekonomi mikro konvensional hanya memperhatikan perubahan-perubahan pada variabel ekonomi, seperti penawaran, permintaan, pendapatan, dan harga.

   











Share: